Perempuan, perlu bekerja
atau tidak sih?
Ketika masih kuliah, aku
selalu berdebat tentang hal ini. Beberapa pria tidak masuk hitungan untuk
dijadikan kandidat suami karena hal ini. Ketika mereka dengan “semena-mena” mengatakan,”Jika
kamu jadi istriku, kamu ga boleh bekerja.” Aduuuh, aku langsung menggaris
bawahi namanya. Dia ga akan jadi suamiku. Hehe
Saat itu aku berpikir,
buat apa capek-capek cari ilmu kalau tidak diamalkan. Rasanya sedih banget
orangtuaku yang sudah berkorban banyak untuk
menyekolahkan aku tapi “tidak ada hasilnya”.
Intinya sih, aku hanya
ingin jadi perempuan yang mandiri. Tidak hanya tergantung pada suami. Saat
mencari pendamping hidup, keinginanku ini aku sampaikan. Pembahasannya mendalam
dan menyeluruh, dengan segala plan A dan plan B. Alhasil sekarang aku dan suami
sepakat, jika beliau ingin wirausaha, maka aku harus punya pekerjaan tetap.
Bukan apa-apa, kami realistis aja, ekonomi keluarga harus bisa terus tegak.
Wirausaha itu kalau untung bisa berlipat-lipat. Kalau rugi juga bisa
habis-habisan.
Saat memasuki dunia
kerja, ketika wawancara aku bilang bahwa aku bukanlah orang yang senang loncat
sana loncat sini. Bila sepaham aku akan terus tumbuh dan berkembang bersama.
Selama ini rasanya tempat kerjaku juga pekerjaanku masih bisa membuatku nyaman,
tenang dan bahagia.
Beberapa bulan terakhir
ini, aku banyak mendapatkan pesan dari berbagai social media. Isi pesannya
kurang lebih tentang seorang intelektual yang memutuskan untuk menjadi ibu
rumah tangga. Mengurus anaknya dengan tangannya sendiri. Berhenti menjadi
seorang professional dan sepenuhnya
menjalankan peran sebagai ibu dan istri yang baik. Wow pesan itu tampaknya
sangat menginspirasi banyak teman. Membuat aku tercenung. Apa iya yang memutuskan
bekerja untuk keluarga itu tidak sebaik yang menjadi ibu rumah tangga penuh?
Apa iya seorang perempuan itu harus sepenuhnya di rumah mengurus anak dan suami
saja baru kemudian menjadi yang paling mulia?
Menurut pendapatku, itu
semua kembali pada tujuan dan cita-cita serta keadaan lingkungan seseorang.
Kembali lagi pada pilihan yang dijatuhkan. Tidak ada yang salah dan tidak juga
ada yang lebih buruk dari yang lain. Semua memiliki konsekuensi
sendiri-sendiri.
Wanita bekerja, pastinya
memiliki beberapa hal yang harus didelegasikan pada yang lain. Kalau balik lagi
ke agama, jaman dulu Ibunda Nabi Muhammad SAW juga memiliki pengasuh untuk
anaknya. Khadimat ada untuk membantu membereskan rumah. Hal yang harus
diperhatikan adalah kerjasama dan komunikasi yang positif dengan suami. Waktu
yang berkualitas ketika bersama anak. Produktivitas ketika bekerja.
Tidak perlu merasa
bersalah karena meninggalkan anak untuk bekerja. Hal itu dapat membuat kita menjadi
permisif pada anak. Berusaha seimbang, ada kalanya kita harus mendahulukan yang
satu dibandingkan yang lain. Tentunya harus pandai menentukan prioritas dengan
memiliki landasan berpikir yang kuat.
Jadi bekerja atau jangan
ya??
Ikuti kata hati, lihat
kebutuhan, komunikasikan. The decision, it’s
all yours. Semua baik bila didasari niat yang baik. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Aamiin